Kalau tahun 2030, kita berikhtiar untuk menjadi negeri 5 besar dunia dalam pertumbuhan ekonomi, maka tahun 2006 lalu peringkat kita sudah nomer 4 dunia lho. Tetapi dalam urutan negeri- negeri yang menyebabkan pemanasan global dunia.
Peringkat pertama tetap diduduki Amerika Serikat, lalu diikuti Uni Eropa dan peringkat ketiga adalah China. Indonesia peringkat keempat, berturut-turut diikuti Brasil, Rusia dan India. Uni Eropa adalah terdiri 25 negara. Kalau dihitung setiap negara, maka peringkat Indonesia akan naik menjadi tiga, di bawah AS dan China.
Hal ini diungkapkan oleh Sir Nicholas Stern, Kepala Ekonomi dan Penasihat Pemerintah Inggris untuk Urusan Efek Ekonomi Perubahan Iklim dan Pembangunan, yang baru-baru ini berkunjung ke Jakarta (dikutip dari Sindo). Menurut data Sir Nicholas ini, dalam setahun Indonesia menghasilkan 3,014 juta ton karbondioksida atau setara dengan MtCO2e (emisi GHG - greenhouse gas).
Tadinya aku cukup heran, karena biasanya negara-negara majulah yang paling suka menyumbangkan soal pemanasan global, kenapa Indonesia negera berkembang sudah masuk peringkat 4?
Pemahamanku sebelum ini, efek rumah kaca ini lebih karena pemakaian kendaraan bermotor, gaya hidup boros dalam penggunaan perangkat elektronik, contohnya lemari es yang mengandung CFC. Maka tak heran bila negara-negara majulah penyumbang terbesar, karena justru gaya hidup modern yang meningkatkan pemanasan global.
Lalu kenapa Indonesia? Apakah gaya hidup masyarakat kita sudah sedemikian maju? Ternyata tidak. Menurut Sir Nicholas, dari 3,014 juta ton CO2 tadi, sekitar 2,563 juta ton CO2 disumbangkan dari perusakan hutan dan konversi lahan. Maksudnya? Itu lho akibat pembakaran hutan, pembukaan hutan menjadi lahan pemukiman atau pertanian, dll.
Data tersebut jumbuh dengan data yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia, yakni setiap harinya di Indonesia telah terjadi penghancuran hutan sebesar 51 kilometer persegi atau setara dengan hilangnya 300 lapangan bola / jam. Angka ini menurut Greenpeace layak menempatkan Indonesia di dalam the Guinness Book of World Records sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia.
Angka tersebut diperoleh dari kalkulasi berdasarkan data laporan ‘State of the World's Forests 2007' yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization's (FAO). Menurut laporan tersebut sepuluh negara membentuk 80 persen hutan primer dunia, di mana Indonesia, Meksiko, Papua Nugini dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000 hingga 2005. "Tingkat penghancuran hutan yang luar biasa ini membuat Indonesia layak untuk masuk ke dalam the Guinness book of World Records bergabung dengan Brasil yang saat ini memegang rekor kawasan deforestasi terluas di dunia," ungkap Hapsoro, Juru Kampanye Hutan Regional, Greenpeace Asia Tenggara.
Buah dari prestasi di atas adalah perubahan iklim yang sudah bisa kita rasakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Para petani kita sudah tidak bisa lagi memprediksi cuaca dan iklim. Musim kemarau terlalu panjang, musim hujan begitu lebatnya. Buat yang di kota seperti Jakarta, sudah mengunyah akibatnya seperti banjir, angin puting beliung.
Lalu bagaimana cara mencegahnya? Alam ini sudah terlanjur rusak, maka perlu langkah - langkah cepat dan revolusioner untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut.
Greenpeace Indonesia mengusulkan moratorium atau penghentian penebangan hutan di Indonesia sampai beberapa tahun ke depan, seperti yang diungkapkan lewat aksi kampanye mereka di Tugu Proklamasi pada tanggal 16 Maret 2007 lalu.
Tentu ini langkah revolusioner, dan perlu dicarikan jalan keluar bagi industri-industri kehutanan maupun perkayuan yang pasti akan mati, bila moratorium ini dilaksanakan. Tetapi bila moratorium ini tidak segera dilaksanakan, maka di hari esok kita akan menyongsong bencana dan korban jiwa yang lebih besar.
Peringkat pertama tetap diduduki Amerika Serikat, lalu diikuti Uni Eropa dan peringkat ketiga adalah China. Indonesia peringkat keempat, berturut-turut diikuti Brasil, Rusia dan India. Uni Eropa adalah terdiri 25 negara. Kalau dihitung setiap negara, maka peringkat Indonesia akan naik menjadi tiga, di bawah AS dan China.
Hal ini diungkapkan oleh Sir Nicholas Stern, Kepala Ekonomi dan Penasihat Pemerintah Inggris untuk Urusan Efek Ekonomi Perubahan Iklim dan Pembangunan, yang baru-baru ini berkunjung ke Jakarta (dikutip dari Sindo). Menurut data Sir Nicholas ini, dalam setahun Indonesia menghasilkan 3,014 juta ton karbondioksida atau setara dengan MtCO2e (emisi GHG - greenhouse gas).
Tadinya aku cukup heran, karena biasanya negara-negara majulah yang paling suka menyumbangkan soal pemanasan global, kenapa Indonesia negera berkembang sudah masuk peringkat 4?
Pemahamanku sebelum ini, efek rumah kaca ini lebih karena pemakaian kendaraan bermotor, gaya hidup boros dalam penggunaan perangkat elektronik, contohnya lemari es yang mengandung CFC. Maka tak heran bila negara-negara majulah penyumbang terbesar, karena justru gaya hidup modern yang meningkatkan pemanasan global.
Lalu kenapa Indonesia? Apakah gaya hidup masyarakat kita sudah sedemikian maju? Ternyata tidak. Menurut Sir Nicholas, dari 3,014 juta ton CO2 tadi, sekitar 2,563 juta ton CO2 disumbangkan dari perusakan hutan dan konversi lahan. Maksudnya? Itu lho akibat pembakaran hutan, pembukaan hutan menjadi lahan pemukiman atau pertanian, dll.
Data tersebut jumbuh dengan data yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia, yakni setiap harinya di Indonesia telah terjadi penghancuran hutan sebesar 51 kilometer persegi atau setara dengan hilangnya 300 lapangan bola / jam. Angka ini menurut Greenpeace layak menempatkan Indonesia di dalam the Guinness Book of World Records sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia.
Angka tersebut diperoleh dari kalkulasi berdasarkan data laporan ‘State of the World's Forests 2007' yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization's (FAO). Menurut laporan tersebut sepuluh negara membentuk 80 persen hutan primer dunia, di mana Indonesia, Meksiko, Papua Nugini dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000 hingga 2005. "Tingkat penghancuran hutan yang luar biasa ini membuat Indonesia layak untuk masuk ke dalam the Guinness book of World Records bergabung dengan Brasil yang saat ini memegang rekor kawasan deforestasi terluas di dunia," ungkap Hapsoro, Juru Kampanye Hutan Regional, Greenpeace Asia Tenggara.
Buah dari prestasi di atas adalah perubahan iklim yang sudah bisa kita rasakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Para petani kita sudah tidak bisa lagi memprediksi cuaca dan iklim. Musim kemarau terlalu panjang, musim hujan begitu lebatnya. Buat yang di kota seperti Jakarta, sudah mengunyah akibatnya seperti banjir, angin puting beliung.
Lalu bagaimana cara mencegahnya? Alam ini sudah terlanjur rusak, maka perlu langkah - langkah cepat dan revolusioner untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut.
Greenpeace Indonesia mengusulkan moratorium atau penghentian penebangan hutan di Indonesia sampai beberapa tahun ke depan, seperti yang diungkapkan lewat aksi kampanye mereka di Tugu Proklamasi pada tanggal 16 Maret 2007 lalu.
Tentu ini langkah revolusioner, dan perlu dicarikan jalan keluar bagi industri-industri kehutanan maupun perkayuan yang pasti akan mati, bila moratorium ini dilaksanakan. Tetapi bila moratorium ini tidak segera dilaksanakan, maka di hari esok kita akan menyongsong bencana dan korban jiwa yang lebih besar.
0 Response to "Indonesia (Mestinya) Masuk Guinness Book of World Record"
Posting Komentar