Sebuah kebijakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang berangkat dari UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 44 ayat (1)
" Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan ".
Gambaran Prevalensi Perokok Usia Muda Di Indonesia Saat Ini
Bila diperhatikan dalam dua dekade terakhir ternyata prevalensi perokok usia muda atau usia pertama kali merokok meningkat.
Sebagai gambaran, akhir-akhir ini kebiasaan merokok aktif pada anak cenderung meningkat dan dimulai pada usia semakin muda. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah perokok pemula, umur 5-9 tahun, naik secara signifikan. Hanya dalam tempo tiga tahun (2001-2004) persentase perokok pemula naik dari 0,4 menjadi 2,8 persen.
Berdasarkan penelitian LPKM Universitas Andalas mengenai pencegahan merokok bagi anak umur di bawah 18 tahun yang dilakukan di kota Padang menunjukkan lebih dari 50% responden memulai merokok sebelum usia 13 tahun.
Intinya, usia anak merokok telah bergeser dari usia belasan tahun, kini menjadi 5-9 tahun atau rata2 usia 7 tahun.
Bila tidak dikendalikan akan semakin banyak anak-anak yang terancam jiwanya karena rokok.
Keterkaitan Konsumsi Rokok Dengan Kemiskinan
Hubungan kemiskinan dengan merokok, terutama bagi penduduk miskin merupakan dua hal yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Selain berpotensi besar sebagai penyebab kematian bagi perokok, seorang yang setiap hari membakar sebatang rokok berarti dia telah kehilangan kesempatan untuk membeli susu atau makanan yang bergizi bagi anaknya. Akibatnya, anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat tumbuh dengan baik, dan kecerdasan tidak cukup berkembang, sehingga kapasitas untuk hidup lebih baik di usia dewasa sangat terbatas.
Konsumsi Terbesar Adalah Dilakukan Kelompok Yang Miskin
Konsumsi terbesar dilakukan kelompok miskin. Data dari Depkes terungkap, sebanyak 70% laki-laki dewasa di Indonesia (141,44 juta jiwa) merupakan perokok aktif. Dan 60 % diantaranya (84,84 juta jiwa) diantaranya berasal dari masyarakat ekonomi lemah (miskin).
Upaya Yang Diperlukan Untuk Mengurangi Laju Prevalensi Perokok Usia Dini
Pengendalian yang efektif dan pemihakan pemerintah yang lebih tegas. Untuk itu yang harus dilakukan adalah membuat peraturan perundang2an untuk mencegah bahaya rokok pada anak berupa :
1. Anak tidak boleh merokok
2. Anak tidak boleh membeli rokok
3. Orang dewasa tidak boleh menjual rokok pada anak
4. Orang tua tidak boleh merokok di depan anak.
5. Orang dewasa tidak boleh merokok di depan ibu yang sedang hamil.
6. Ibu yang sedang hamil tidak boleh merokok.
7. Iklan rokok tidak boleh mengambil sasaran anak-anak.
Hal tersebut bisa dituangkan dalam suatu Undang-undang khusus tentang dampak merokok pada anak. Atau disisipkan pada revisi UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 yang saat ini sedang dalam pembahasan di Komisi IX DPR-RI.
Kami dari KPAI telah mengirim surat agar substansi pencegahan bahaya rokok pada anak dapat menjadi pasal-pasal pada revisi UU KESEHATAN tersebut. Surat itu kami kirim pada Menteri Kesehatan dan Ketua komisi IX.
Sejauh Ini Bagaimana Hasilnya
Kita baru memulai membuat sebuah gerakan melindungi anak dari bahaya rokok. Hasilnya bergantung dari komitmen kita bersama. Apakah kita sungguh-sungguh akan melindungi anak, apakah kita sungguh-sungguh akan mengendalikan peredaran rokok. Atau kita hanya sekedar basa-basi karena dibalik peredaran rokok ada pemasukkan negara 57 triliyun pertahun. Termasuk media masa, berani gak untuk tidak menayangkan iklan rokok?
Jika Lewat Regulasi Apakah Ini Akan Efektif?
Insyaallah efektif, asal ada kemauan politis dari semua pihak. Implementasinya bergantung pada komitmen pemerintah dan masyarakat serta para pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini termasuk media masa.
Untuk diketahui, rokok tanpa diiklankan pun banyak penggemarnya, apalagi diiklankan secara besar-besaran. Baik iklan langsung, sponsorship maupun apapun namanya.
Seperti Apa Aturannya?
Aturannya seperti disebutkan sebelumnya antara lain: anak tidak boleh merokok, anak tidak boleh membeli rokok, orang dewasa tidak boleh menjual rokok pada anak, orang tua tidak boleh merokok di depan anak dan iklan rokok tidak boleh mengambil sasaran anak-anak.
Pejabat publik tidak merokok didepan umum, karena pejabat publik menjadi sorotan.
Bagaimana Dari Implementasinya?
1. Semua fasilitas publik harus bebas asap rokok.
2. Lembaga-lembaga pendidikan harus bebas asap rokok.
3. Tempat-tempat ibadah harus bebas asap rokok.
4. Media massa tidak boleh menayangkan iklan rokok.
Seperti Apa Usulan Konkret Untuk Menyeimbangkan Kepentingan Penerimaan Negara, Lapangan Kerja Yang Terserap Di Industri Ini Dengan Menjaga Kualitas Kesehatan Anak Indonesia?
Saya rasa pencegahan bahaya merokok pada anak merupakan upaya penyelamatan kesehatan masa depan. Maka penyeimbangan kekayaan negara serta lapangan kerja bukan merupakan ukuran yang tepat.
Untuk apa negara ini menerima banyak uang, tetapi sebagian besar rakyatnya tidak sehat. Masalah anak bukan hanya menyangkut kepentingan satu atau dua tahun anggaran, tetapi berapa besar economic cost yang akan timbul nantinya yang harus ditanggung negara. Apabila anak sudah terpapar rokok sejak dini. Berapa besar jaminan perlindungan kesehatan yg harus pemerintah bayar dalam 15 tahun ke depan saat anak-anak itu berusia produktif.
Berapa besar kerugian pendapatan nasional 15 tahun lagi jika pada saat anak-anak mencapai usia produktif, tidak dapat bekerja secara produktif. Karena justru pada saat itu mereka terganggu kesehatannnya. Maka secara jangka panjang, justru negara yang drugikan secara ekonomi karena kehilangan generasi produktif.
Padahal dalam 15 tahun lagi Indonesia mengalami booming tenaga kerja usia produktif yg notabene adalah anak-anak usia 7-15 tahun saat ini. Berapa banyak pengangguran yang lahir 15 tahun lagi jika mereka semua tidak berkualitas secara kesehatan. Sehingga tidak laku di pasar tenaga kerja.
Usulan konkretnya, jika terpaksa sekali:
1. Tingkatkan cukai tembakau, yang terbukti di semua negara bisa meningkatkan pendapatan tanpa merusak kesehatan rakyat.
2. Turunkan kadar nikotin, serendah-rendahnya. Sebagai contoh, di Korea Selatan, pemerintah mengatur rokok seperti pemerintah Indonesia mengatur Pertamina. Sangat-sangat ketat. Artinya, dimana produksi dan distribusi rokok diatur dengan kebijakan pemerintah. Salah satunya, dengan secara bertahap menurunkan kadar nikotin pada rokok-rokok yang diproduksi di Korea Selatan. Sampai-sampai ada rokok yang kadar nikotinnya 0,01%.
3. Menaikkan harga rokok, jadikan rokok sebagai barang mahal supaya masyarakat miskin dan anak-anak tidak bisa membeli.
4. Pemerintah harus berani tidak menggantungkan pemasukkan APBN dari rokok. Artinya para penyelenggara dituntut untuk kreatif mencari sumber-sumber pemasukkan negara tanpa merusak kesehatan generasi muda.
Apa saja dampak positif dari ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO ini bagi peningkatan kualitas kesehatan di indonesia?
Dampak positif sudah jelas yakni meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Dalam ratifikasi itu diatur tentang pengendalian peredaran tembakau di suatu negara termasuk aturan-aturan iklan rokok. Dengan demikian, mau tidak mau pemerintah akan terikat dengan ketentuan ini. Demikian juga UU yang berkaitan dengan peredaran rokok terikat oleh ratifikasi FCTC.
Implikasi secara jangka pendek mungkin terlihat merugikan namun secara jangka panjang seperti saya uraikan sebelumnya sudah sangat jelas. Apapun yang akan terjadi dalam ratifikasi tersebut, saya rasa kepentingan anak adalah nomor satu.
Seberat apapun pemerintah untuk meratifikasinya, sebaiknya selamatkan anak terlebih dahulu melalui:
1. Revisi UU KESEHATAN
2. Diatur dalam PP yang merupakan peraturan pelaksanaan UU Kesehatan.
3. Diatur dalam Perpres (lebih mudah untuk diimplementasikan, proses pembentukannya relatif lebih cepat).
Akhirnya, saya pikir tinggal bagaimana pemerintah membuat suatu perencanaan jangka panjang yang baik. Sehingga semua dampak di masa depan dapat diminimalisir kemungkinan negatifnya. Dan kami rasa pemerintah indonesia dengan komitmennya yang tinggi dapat melaksanakan dengan baik
" Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan ".
Gambaran Prevalensi Perokok Usia Muda Di Indonesia Saat Ini
Bila diperhatikan dalam dua dekade terakhir ternyata prevalensi perokok usia muda atau usia pertama kali merokok meningkat.
Sebagai gambaran, akhir-akhir ini kebiasaan merokok aktif pada anak cenderung meningkat dan dimulai pada usia semakin muda. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah perokok pemula, umur 5-9 tahun, naik secara signifikan. Hanya dalam tempo tiga tahun (2001-2004) persentase perokok pemula naik dari 0,4 menjadi 2,8 persen.
Berdasarkan penelitian LPKM Universitas Andalas mengenai pencegahan merokok bagi anak umur di bawah 18 tahun yang dilakukan di kota Padang menunjukkan lebih dari 50% responden memulai merokok sebelum usia 13 tahun.
Intinya, usia anak merokok telah bergeser dari usia belasan tahun, kini menjadi 5-9 tahun atau rata2 usia 7 tahun.
Bila tidak dikendalikan akan semakin banyak anak-anak yang terancam jiwanya karena rokok.
Keterkaitan Konsumsi Rokok Dengan Kemiskinan
Hubungan kemiskinan dengan merokok, terutama bagi penduduk miskin merupakan dua hal yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Selain berpotensi besar sebagai penyebab kematian bagi perokok, seorang yang setiap hari membakar sebatang rokok berarti dia telah kehilangan kesempatan untuk membeli susu atau makanan yang bergizi bagi anaknya. Akibatnya, anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat tumbuh dengan baik, dan kecerdasan tidak cukup berkembang, sehingga kapasitas untuk hidup lebih baik di usia dewasa sangat terbatas.
Konsumsi Terbesar Adalah Dilakukan Kelompok Yang Miskin
Konsumsi terbesar dilakukan kelompok miskin. Data dari Depkes terungkap, sebanyak 70% laki-laki dewasa di Indonesia (141,44 juta jiwa) merupakan perokok aktif. Dan 60 % diantaranya (84,84 juta jiwa) diantaranya berasal dari masyarakat ekonomi lemah (miskin).
Upaya Yang Diperlukan Untuk Mengurangi Laju Prevalensi Perokok Usia Dini
Pengendalian yang efektif dan pemihakan pemerintah yang lebih tegas. Untuk itu yang harus dilakukan adalah membuat peraturan perundang2an untuk mencegah bahaya rokok pada anak berupa :
1. Anak tidak boleh merokok
2. Anak tidak boleh membeli rokok
3. Orang dewasa tidak boleh menjual rokok pada anak
4. Orang tua tidak boleh merokok di depan anak.
5. Orang dewasa tidak boleh merokok di depan ibu yang sedang hamil.
6. Ibu yang sedang hamil tidak boleh merokok.
7. Iklan rokok tidak boleh mengambil sasaran anak-anak.
Hal tersebut bisa dituangkan dalam suatu Undang-undang khusus tentang dampak merokok pada anak. Atau disisipkan pada revisi UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 yang saat ini sedang dalam pembahasan di Komisi IX DPR-RI.
Kami dari KPAI telah mengirim surat agar substansi pencegahan bahaya rokok pada anak dapat menjadi pasal-pasal pada revisi UU KESEHATAN tersebut. Surat itu kami kirim pada Menteri Kesehatan dan Ketua komisi IX.
Sejauh Ini Bagaimana Hasilnya
Kita baru memulai membuat sebuah gerakan melindungi anak dari bahaya rokok. Hasilnya bergantung dari komitmen kita bersama. Apakah kita sungguh-sungguh akan melindungi anak, apakah kita sungguh-sungguh akan mengendalikan peredaran rokok. Atau kita hanya sekedar basa-basi karena dibalik peredaran rokok ada pemasukkan negara 57 triliyun pertahun. Termasuk media masa, berani gak untuk tidak menayangkan iklan rokok?
Jika Lewat Regulasi Apakah Ini Akan Efektif?
Insyaallah efektif, asal ada kemauan politis dari semua pihak. Implementasinya bergantung pada komitmen pemerintah dan masyarakat serta para pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini termasuk media masa.
Untuk diketahui, rokok tanpa diiklankan pun banyak penggemarnya, apalagi diiklankan secara besar-besaran. Baik iklan langsung, sponsorship maupun apapun namanya.
Seperti Apa Aturannya?
Aturannya seperti disebutkan sebelumnya antara lain: anak tidak boleh merokok, anak tidak boleh membeli rokok, orang dewasa tidak boleh menjual rokok pada anak, orang tua tidak boleh merokok di depan anak dan iklan rokok tidak boleh mengambil sasaran anak-anak.
Pejabat publik tidak merokok didepan umum, karena pejabat publik menjadi sorotan.
Bagaimana Dari Implementasinya?
1. Semua fasilitas publik harus bebas asap rokok.
2. Lembaga-lembaga pendidikan harus bebas asap rokok.
3. Tempat-tempat ibadah harus bebas asap rokok.
4. Media massa tidak boleh menayangkan iklan rokok.
Seperti Apa Usulan Konkret Untuk Menyeimbangkan Kepentingan Penerimaan Negara, Lapangan Kerja Yang Terserap Di Industri Ini Dengan Menjaga Kualitas Kesehatan Anak Indonesia?
Saya rasa pencegahan bahaya merokok pada anak merupakan upaya penyelamatan kesehatan masa depan. Maka penyeimbangan kekayaan negara serta lapangan kerja bukan merupakan ukuran yang tepat.
Untuk apa negara ini menerima banyak uang, tetapi sebagian besar rakyatnya tidak sehat. Masalah anak bukan hanya menyangkut kepentingan satu atau dua tahun anggaran, tetapi berapa besar economic cost yang akan timbul nantinya yang harus ditanggung negara. Apabila anak sudah terpapar rokok sejak dini. Berapa besar jaminan perlindungan kesehatan yg harus pemerintah bayar dalam 15 tahun ke depan saat anak-anak itu berusia produktif.
Berapa besar kerugian pendapatan nasional 15 tahun lagi jika pada saat anak-anak mencapai usia produktif, tidak dapat bekerja secara produktif. Karena justru pada saat itu mereka terganggu kesehatannnya. Maka secara jangka panjang, justru negara yang drugikan secara ekonomi karena kehilangan generasi produktif.
Padahal dalam 15 tahun lagi Indonesia mengalami booming tenaga kerja usia produktif yg notabene adalah anak-anak usia 7-15 tahun saat ini. Berapa banyak pengangguran yang lahir 15 tahun lagi jika mereka semua tidak berkualitas secara kesehatan. Sehingga tidak laku di pasar tenaga kerja.
Usulan konkretnya, jika terpaksa sekali:
1. Tingkatkan cukai tembakau, yang terbukti di semua negara bisa meningkatkan pendapatan tanpa merusak kesehatan rakyat.
2. Turunkan kadar nikotin, serendah-rendahnya. Sebagai contoh, di Korea Selatan, pemerintah mengatur rokok seperti pemerintah Indonesia mengatur Pertamina. Sangat-sangat ketat. Artinya, dimana produksi dan distribusi rokok diatur dengan kebijakan pemerintah. Salah satunya, dengan secara bertahap menurunkan kadar nikotin pada rokok-rokok yang diproduksi di Korea Selatan. Sampai-sampai ada rokok yang kadar nikotinnya 0,01%.
3. Menaikkan harga rokok, jadikan rokok sebagai barang mahal supaya masyarakat miskin dan anak-anak tidak bisa membeli.
4. Pemerintah harus berani tidak menggantungkan pemasukkan APBN dari rokok. Artinya para penyelenggara dituntut untuk kreatif mencari sumber-sumber pemasukkan negara tanpa merusak kesehatan generasi muda.
Apa saja dampak positif dari ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO ini bagi peningkatan kualitas kesehatan di indonesia?
Dampak positif sudah jelas yakni meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Dalam ratifikasi itu diatur tentang pengendalian peredaran tembakau di suatu negara termasuk aturan-aturan iklan rokok. Dengan demikian, mau tidak mau pemerintah akan terikat dengan ketentuan ini. Demikian juga UU yang berkaitan dengan peredaran rokok terikat oleh ratifikasi FCTC.
Implikasi secara jangka pendek mungkin terlihat merugikan namun secara jangka panjang seperti saya uraikan sebelumnya sudah sangat jelas. Apapun yang akan terjadi dalam ratifikasi tersebut, saya rasa kepentingan anak adalah nomor satu.
Seberat apapun pemerintah untuk meratifikasinya, sebaiknya selamatkan anak terlebih dahulu melalui:
1. Revisi UU KESEHATAN
2. Diatur dalam PP yang merupakan peraturan pelaksanaan UU Kesehatan.
3. Diatur dalam Perpres (lebih mudah untuk diimplementasikan, proses pembentukannya relatif lebih cepat).
Akhirnya, saya pikir tinggal bagaimana pemerintah membuat suatu perencanaan jangka panjang yang baik. Sehingga semua dampak di masa depan dapat diminimalisir kemungkinan negatifnya. Dan kami rasa pemerintah indonesia dengan komitmennya yang tinggi dapat melaksanakan dengan baik
7 Desember 2008 pukul 02.01
Secondhand smoke, also know as environmental tobacco smoke (ETS), is a mixture of the smoke given off by the burning end of a cigarette, pipe or cigar and the smoke exhaled from the lungs of smokers. It is involuntarily inhaled by nonsmokers, lingers in the air hours after cigarettes have been extinguished and can cause or exacerbate a wide range of adverse health effects in children, including SIDS (Sudden Death Infant Syndrome), cancer, respiratory infections, ear infection and asthma.
Children’s exposure to secondhand smoke in Indonesia may be 43 Million.Around one-third of smokers - million people continue to smoke near children.Smoking by parents is the principal determinant of children’s exposure to secondhand smoke.
Please navigate to http://savechildfromsmokers.blogspot.com , and join this group : SAVE CHILD FROM SMOKE (Facebook Group) : working together make a smoke-free homes and smoke-free zones for all children. Dr Widodo Judarwanto, Jakarta Indonesia